2 | MN6A | MANAJ. INVESTASI & PORTOPOLIO | 4 | SENIN | 12:00-13:40 | C103 |
MANAJ. INVESTASI & PORTOPOLIO | 4 | RABU | 08:00-09:40 | C403 | ||
ETIKA BISNIS ISLAM | 2 | KAMIS | 08:00-09:40 | C308 | ||
MANAJEMEN STRATEGI | 4 | SENIN | 10:00-11:40 | C105 | ||
MANAJEMEN STRATEGI | 4 | SELASA | 14:00-15:40 | C206 | ||
METODOLOGI PENELITIAN | 4 | RABU | 10:00-11:40 | C406 | ||
METODOLOGI PENELITIAN | 4 | SABTU | 08:00-09:40 | C305 | ||
SEMINAR MANAJEMAN | 4 | SELASA | 10:00-11:40 | C403 | ||
SEMINAR MANAJEMAN | 4 | KAMIS | 10:00-11:40 | C209 | ||
FIQIH DAN MUAMALAH | 2 | SABTU | 14:00-15:40 | C206 | ||
PEMASARAN INTERNASIONAL | 4 | SABTU | 10:00-11:40 | C307 | ||
PEMASARAN INTERNASIONAL | 4 | JUMAT | 14:00-15:40 | D404 | ||
PENGANGGARAN/BUDGETING PER. | 4 | SENIN | 14:00-15:40 | C301 | ||
PENGANGGARAN/BUDGETING PER. | 4 | RABU | 12:00-13:40 | C401 | ||
HUKUM PERBURUHAN | 4 | SELASA | 08:00-09:40 | U304 | ||
HUKUM PERBURUHAN | 4 | KAMIS | 14:00-15:40 | C101 |
Jumat, 11 Juli 2014
JADWAL SEMESTER 6
JADWAL SEMESTER 6 NANTI
TRANSKIP NILAI KU
TRANSKRIP SEMENTARA UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
Nim
|
:
|
12151044 |
Nama
|
:
|
MERIYANI
|
Program Studi
|
: | Manajemen |
Fakultas
|
: | EKONOMI |
No | Kode Mata Kuliah | Mata Kuliah | Kredit | NH | NA | KNA |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 151K4401 | AKUNTANSI BIAYA |
4
|
B
|
3
|
12
|
2 | BB-5121 | ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI |
2
|
A
|
4
|
8
|
3 | 100ING036 | BAHASA INGGRIS 1 |
2
|
A
|
4
|
8
|
4 | 100ING207 | BAHASA INGGRIS 2 |
2
|
B
|
3
|
6
|
6 | BB-5151 | KEWIRAUSAHAN |
2
|
A
|
4
|
8
|
8 | KB-5132 | MANAJEMEN KEUANGAN |
4
|
B
|
3
|
12
|
10 | KB-5161 | MANAJEMEN OPERASIONAL |
4
|
A
|
4
|
16
|
11 | KB-5133 | MANAJEMEN PEMASARAN |
4
|
A
|
4
|
16
|
12 | KB-5134 | MANAJEMEN SDM |
4
|
A
|
4
|
16
|
14 | KK-51161 | MATEMATIKA EKONOMI |
4
|
A
|
4
|
16
|
16 | 15120001 | Pendidikan Kewarganegaraan |
2
|
A
|
4
|
8
|
17 | KK-51111 | PENGANTAR AKUNTANSI |
4
|
B
|
3
|
12
|
18 | KK-51121 | PENGANTAR BISNIS |
2
|
B
|
3
|
6
|
19 | KK-5124 | PENGANTAR EKONOMI MAKRO |
4
|
B
|
3
|
12
|
20 | KK-5110 | PENGANTAR EKONOMI MIKRO |
4
|
A
|
4
|
16
|
21 | KK-51141 | PENGANTAR MANAJEMEN |
2
|
A
|
4
|
8
|
22 | 151I4202 | PEREKONOMIAN INDONESIA |
2
|
B
|
3
|
6
|
23 | PB-50111 | PRAKTIKUM PENGOLAH KATA |
2
|
A
|
4
|
8
|
24 | PB-5121 | PRAKTIKUM PENGOLAHAN DATA |
2
|
B
|
3
|
6
|
25 | PB-5151 | PRATIKUM KOMPUTER APL BISNIS |
2
|
B
|
3
|
6
|
26 | KB-5135 | PRILAKU ORGANISASI |
2
|
A
|
4
|
8
|
28 | 151K4402 | RISET OPERASIONAL |
4
|
B
|
3
|
12
|
29 | KK-5123 | SISTEM INFORMASI MANAJEMEN |
2
|
A
|
4
|
8
|
30 | PB-5122 | STATISTIKA |
4
|
A
|
4
|
16
|
31 | KK-51222 | TEORI EKONOMI |
2
|
A
|
4
|
8
|
Total
|
90
|
296.00
|
||||
Index Prestasi Komulatif (IPK) :
|
3.29 |
fhiting for me
perjalan hidup tak seindah dan semulus yang di pikirkan, begitu juga perjalan perkulihan ku..
di semser 4 menjelang semester 5 aku terpukul karena nilai hasil study aku anjlok menalam penurunan. tapi bersyukur atas apa yang telah dilakukan akan lebih indah.
semangat tanpa haru menyesal yang telah terjadi, fihting for me :)
di semser 4 menjelang semester 5 aku terpukul karena nilai hasil study aku anjlok menalam penurunan. tapi bersyukur atas apa yang telah dilakukan akan lebih indah.
semangat tanpa haru menyesal yang telah terjadi, fihting for me :)
Senin, 23 Desember 2013
catatan sahabat
jika menyatu, pasti kita kan bersama yaaa itulah sahabat sejati meski kalian entah jauh disana kalian kan menggebuh di hati yaaa itulah sahabat
Jumat, 06 Desember 2013
Presiden Antisipasi Menurunnya Rupiah
Kebijakan Tapering Off
Presiden Antisipasi Menurunnya Rupiah
![Headline](http://static.inilah.com/data/berita/foto/2052607.jpg)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - inilah.com/Wirasatria
INILAH.COM, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) meminta update, pandangan serta saran untuk mengatasi masalah
ekonomi Indonesia akibat menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap dollar
AS.
Demikian inti dari rapat terbatas kabinet untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi dunia, menyusul rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang mengeluarkan kebijakan tapering off, Presiden, di Istana Cipanas, Jawa Barat, Senin (2/12/2013)
Rapat dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, dan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung.
Dalam akun twitternya @SBYudhoyono, SBY mengatakan, ia terus mengikuti pergerakan rupiah. "Langkah pemulihan ekonomi dievaluasi agar daya tahan ekonomi makin kuat," kata Presiden SBY sebagaimana dikutif situs sekertariat kabinet.
Meski hingga saat ini masih belum ada kepastian mengenai kebijakan menarik dana likuiditas (tapering off) oleh AS, menurut Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, pemerintah sudah mempersiapkan langkah-langkah yang akan diambil.
"Tapering off belum
pasti ke arah sana, masih tergantung situasi ekonomi Amerika sendiri.
Ini tadi telah dibahas apa yang akan kita lakukan bilamana AS
mengimplementasikan kebijakan tersebut karena dampaknya memang sangat
luas," papar Julian. (lan)
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP)
SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets
(negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan
cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh
sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan
nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.[1] Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand)
atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang
meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar
mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat,
sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang
itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran
atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama,
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia.
Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah,
karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara
lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan
penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi
portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari
Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami
kecenderungan menurun sejak Juni 2013:
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
IHSG April-Agustus 2013
Sumber: Bloomberg, http://www.bloomberg.com/quote/JCI:IND/chart.
Kenapa investasi portofolio asing ini
keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana
the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing
(QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan
Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di
beberapa negara emerging markets pun anjlok (lihat Grafik 1).
Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak
uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari
bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank
di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat.
Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan
naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan
modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets.
Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS
sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah
AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.[2]
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan
rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang
defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel 1 di
bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia
selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas
sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di
sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di
sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Ekspor
|
Impor
|
Neraca
|
|||||||
Bulan |
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Januari |
2,66
|
12,72
|
15,38
|
3,97
|
11,48
|
15,45
|
-1,31
|
1,24
|
-0,07
|
Februari |
2,57
|
12,45
|
15,02
|
3,64
|
11,67
|
15,31
|
-1,07
|
0,78
|
-0,29
|
Maret |
2,93
|
12,09
|
15,02
|
3,90
|
10,99
|
14,89
|
-0,97
|
1,10
|
-0,13
|
April |
2,45
|
12,31
|
14,76
|
3,63
|
12,83
|
16,46
|
-1,18
|
-0,52
|
-1,70
|
Mei |
2,92
|
13,21
|
16,13
|
3,44
|
13,22
|
16,66
|
-0,52
|
-0,01
|
-0,53
|
Juni |
2,80
|
11,96
|
14,76
|
3,53
|
12,11
|
15,64
|
-0,73
|
-0,15
|
-0,88
|
Juli |
2,28
|
12,83
|
15,11
|
4,14
|
13,28
|
17,42
|
-1,86
|
-0,45
|
-2,31
|
Jan-Juli |
18,61
|
87,57
|
106,18
|
26,25
|
85,58
|
111,83
|
-7,64
|
1,99
|
-5,65
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf.
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata
uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir,
karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan
dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si
eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang
negerinya agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor
meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam
impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata
uang negara asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia
lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai
tukar Rupiah.
Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? Ketika nilai tukar sebuah mata uang
melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga
komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi
(bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok
dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan
jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia,
nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah
menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan
naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1,5 juta akan naik Rp150 ribu
menjadi Rp1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03
persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada
bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun
kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan
inflasi tahunan tertinggi sejak 2009.[3]
Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya
barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang
diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat
produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya,
naik 20-25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.[4]
Saya belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor
dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa mendapat
gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor barang
konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia. Kalau kita
lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah
impor bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian
urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan
sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru
kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor.
Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi
impor dalam industri Indonesia cukup tinggi.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan Golongan Barang
|
Nilai CIF (Juta US$)
Januari-Juli 2013
|
Peran terhadap Total Impor Januari-Juli 2013 (%)
|
Barang Konsumsi |
7.799,0
|
6,97
|
Bahan Baku/Penolong |
85.162,4
|
76,16
|
Barang Modal |
18.867,0
|
16,87
|
Total Impor |
111.828,4
|
100,00
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama, konsumen, terutama konsumen kelas bawah, sejauh pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua,
pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir
sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang
menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok
di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya.[5] Ketiga,
para usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat
produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti pengusaha tekstil,
alas kaki, kemasan, dan sebagainya.[6] Keempat,
rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan
harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang
terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai
utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga
komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan
nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok
dengan mata uang asing.[7]
Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika
di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar
30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan
naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri
Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan
bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar
130,144 miliar Dollar AS.[8]
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama,
untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para
pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua,
untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara
atau APBN, dimana ketika anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya
akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat
secara umum juga akan terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang
luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena
uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang
pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu
negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan
bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT
Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang sebagian
besarnya diekspor,[9] eksportir udang,[10] dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan.[11]
Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena
banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor,
sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu
“dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.[12]
Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar
Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya
sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana
pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia yang
defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor,
baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan
harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga
komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar)
alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai
lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate causes),
bukan “akar masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di luar
lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama,
terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini
sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital
antar-negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan
volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya
tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya,
bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua,
terkait dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa
impor kita bisa seperti itu? Dan bagaimana cara melepaskan
ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***
Penulis beredar di Twitterland dengan akun @mzakih
[1] Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
[2] Ibid., hlm. 4.
[3] Badan Pusat Statistik, “Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=03¬ab=7.
[4] Ananda Teresia, “Dolar Naik, Harga Tempe Tahu Naik 20-25 Persen,” Tempo.co, 1 September 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/09/01/090509138/Dolar-Naik-Harga-Tempe-Tahu-Naik-20-25-Persen.
[5] Suyono Saputra, “Rupiah Anjlok, Importir Bahan Pokok di Batam Setop Pemasukan Barang,” Bisnis.com, 28 Agustus 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-anjlok-importir-bahan-pokok-di-batam-setop-pemasukan-barang.
[6] Herlina KD, Merlinda Riska dan Tendi Mahadi, “Rupiah Melorot Pukul Industri Manufaktur,” Kontan.co.id, 23 Agustus 2013, http://industri.kontan.co.id/news/rupiah-melorot-pukul-industri-manufaktur.
[7] Martha Thertina, “Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri Naik 30 Persen,” Tempo.co, 27 Agustus 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/08/27/092507710/Rupiah-Melemah-Utang-Luar-Negeri-Naik-30-Persen.
[8] Republik Indonesia dan Bank Indonesia, Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, Vol: IV, Agustus 2013, hlm. 14, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A0877A2B-7A36-4119-947A-8449A51A58AF/29883/EDSAugust2014.pdf.
[9] “Energizer Indonesia Meraup Untung dari Melemahnya Rupiah,” Swa, 25 Agustus 2013, http://swa.co.id/headline/energizer-indonesia-meraup-untung-dari-melemahnya-rupiah.
[10] Adhitya Himawan, “Eksportir udang diuntungkan pelemahan rupiah,” Kontan.co.id, 16 September 2013, http://industri.kontan.co.id/news/eksportir-udang-diuntungkan-pelemahan-rupiah.
[11] M. Taufikul Basari, “Rupiah Terpuruk, Eksportir Kakao Sulsel Tangguk Untung,” Bisnis.com, 16 September 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-terpuruk-eksportir-kakao-sulsel-tangguk-untung.
[12] Sri Mas Sari, “Pelemahan Rupiah: Tidak Hanya Impor, Ekspor Pun Bisa Terganggu,” Bisnis.com, 11 Juni 2013, http://www.bisnis.com/pelemahan-rupiah-tidak-hanya-impor-ekspor-pun-bisa-terganggu.
Langganan:
Postingan (Atom)